Prestis,
ketenaran, status, kedudukan, penerimaan, perhatian, pengakuan. Hal-hal tadi
adalah wujud-wujud penghargaan diri. Perannya?
Apalagi? Sebagai alat dorong manusia dalam berperilaku, tentu. Pentingkah? Tahan dulu. Sebelum aku
membawamu jauh-jauh, aku perlu bilang. Bahasan kali ini tidak benar-benar murni
hasil pikirku jujur saja. Melainkan dari temanku yang meski hanya berjumlah
tiga atau empat, pendapat mereka membantu sangat-sangat.
Kembali lagi.
Penghargaan
adalah kebutuhan. Aku rasa pemikiran yang demikian sama sekali tidak
berlebihan. Lebih-lebih, perannya sebagai alat dorong atau motivasi bagi
orang-orang bertindak-tanduk cukup berarti. Lalu, dari begitu banyak wujud
penghargaan diri, pengakuan menjadi salah satu perkara paling sederhana yang (meski
sering kali ditempuh dengan cara yang rumit) perlu terpenuhi. Yang demikian
dapat menjadi penting, dianggap penting, biasa saja, tidak penting, tidak
dianggap penting, dianggap tidak penting, atau boleh jadi sama sekali tidak
dianggap. Bagaimana lagi? Penting tidak pentingnya mendapat pengakuan,
orang-orang boleh jadi tidak senada sepemikiran. Sebab, sudah menjadi barang
pasti bagi tiap-tiap pribadi untuk memiliki tolak ukur sendiri-sendiri mengenai
belum atau telah terpuaskannya diri akan perkara-perkara tadi, kan? Barangkali, satu individu ingin
diakui semua orang. Boleh jadi, dengan diakui beberapa orang-orang dekatnya,
seorang individu merasa cukup. Puas dengan diakui diri sendiri pun boleh juga
sama cukupnya menurut individu lain.
Pengakuan
merupakan kebutuhan. Namun, sebatas mengetahui hal barusan belumlah cukup. Pula
perlu dipahami, bahwa kebutuhan untuk diakui perlu pula dicukupi. Lalu, cara untuk menjadikannya cukup? Mengulang
pemikiran salah satu temanku, ada tiga cara menjadikan rasa butuh tadi penuh/terpenuhi.
Pertamanya, dengan meraih prestasi atau capaian hidup. Perkara ini bisa jadi
sesederhana keberhasilan mengenderai sepeda roda dua untuk pertama kalinya atau
hal-hal sepele lain. Keduanya, menjalani jalinan bersama pribadi-pribadi
tertentu. Baik jalinan dekat tanpa cakupan luas, atau juga jalinan luas tanpa
kedekatan berarti. Terakhir, mendapatkan status tertentu semisal dalam ranah sosial,
pendidikan, pekerjaan atau apapun itu.
Untuk
menjadi ‘Aku’ yang betul diakui, orang-orang mengupayakan diri melakukan
tindakan-tindakan tertentu atau mengusahakan diri meraih capaian-capaian
tertentu. Yang begitu lalu menjadi sepasang aksi-reaksi. Aksinya? Seorang mengerjakan sesuatu. Reaksinya? Pengakuan didapati. Demi
siapa? Diri sendiri tentu. Kapan ‘si Aku’
merasa puas, diakui, dan cukup? Jawabannya, ketika satu standar atau tolak
ukur dapat didapati. Maka, seorang akan mendapat pengakuan darinya sendiri saat
standar yang dipatok dirinya terlewat. Sedang, boleh jadi standar orang lain
berbeda derajatnya. Dengan begitu, pengakuan dari pribadi lain diperoleh
seseorang dengan melampaui tolak ukur yang disematkan pribadi-pribadi tadi.
Lagi,
beberapa orang (meski mungkin banyak, tidak semua) menjadi haus pengakuan, bertindak berlebih-lebih dan
menjadi menyebalkan. Beberapa tidak terlalu haus untuk menjadi diakui namun
lalu menemui diri tidak sanggup menyanggupi standar yang pribadi-pribadi lain
tinggikan. Orang tersebut lalu berubah menjadi seorang penuntut yang
menghendaki dirinya selalu diakui. Seketika itu, dirinya menjadi menyebalkan. Beberapa
yang lain sama sekali tidak merasa wajib memenuhi dahaganya akan pengakuan
diri. Sedihnya, dia menganggap kebutuhan orang lain sama tidak pentingnya dan menjadi
abai. Dan lalu dia menjadi menyebalkan.
Terakhir,
ada yang lupa perkara-perkara lanjutan yang hendak dibahasnya dan malah terlalu
banyak mengoceh mengenai orang-orang barusan dan mendapati dirinya sendiri
menyebalkan. Menyebalkan.
Apakah pengakuan dikatakan valid jika diberikan apresiasi?
ReplyDeleteGa selalu si (kalo apresiasi yang dimaksud harus dalam bentuk kata-kata tertentu atau pemberian akan sesuatu. Tapi, semisal hal sekecil gerak mata atau gestur tubuh udah mewakili apa yang kamu maksud sama apresiasi, maka aku bakal jawab 'iya').
ReplyDelete*kalo ada yang baca komentar ini selain marfa, kalian perlu tau kalo sebenernya ini balesanku ga penting-penting amat ya ehehe soalnya emang udah rada panjang ngobrolin hal ini di WA wkwk. Yang ini pura-pura aja ehehe